Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Titik Nadir

Titik  Nadir Serpihan   kaca Menggores   luka Merobek   hati Mencabik   rasa Menorehkan   duka Meluluh   lantakan   asa Laksana   cerulit-cerulit  yang  menikam   ulu   hati Baktangan-tangan   kawanan   penyamun   yang  menusukan   belati   tepat   di  dada Darah-darah   menghambur   menghiasi   tanah   merah Jeritan   dan   tangisan   mengundang   pilu Rintihan   kepedihan   tersirat   dari   wajah-wajah   putus   asa Di  malam   sendu Aku   bertahan   di   titik  nadir Merapal   do’a   dalam   getar   butiran   tasbih Bulir   bening   mutiara   bersatu Bermuara   di   pelupuk   mata Aku   bertahan   di   titik  nadir Menanti   malaikat   memelukku   dalam   dekapan   cahaya

Kotak kosong

Kotak Kosong Lamat-lamat suara tahlilan men yeruak dari rumah sederhana di desa Sukamanah. Gemerincik air hujan yang jatuh di atas tenda plastik berwarna biru seakan menambah suasana duka di desa terpencil itu. Puluhan pemuda dan beberapa anggota polisi duduk bergerombol sambil menatap karangan bunga duka cita dari komandan pasukan pengamanan presiden. Sementara di sudut rumah bagian tengah seorang perempuan setengah ba ya masih tak sadarkan diri melihat jasad suaminya terbujur kaku penuh luka tusukan senjata tajam. “Kenapa ya kematian pak kades begitu tragis dan mendadak?” tanya Rand y pada sahabatnya “Sudah jalannya begitu.” “T api aku mencurigai satu nama disini.” “Siapa?” tanya Abdul “Aku yakin dalang di balik penculikan dan pembunuhan pak kades adalah pak I mong, kan pak Imong salah satu calon lawan pak kades, lagian ya pak Imong itu sepertin ya antusias banget pengen jadi kepala desa, Cuma wajahn ya aja sok alim, padahal hatinya busuk.” Bisik