Langsung ke konten utama

Akhirnya Aku Mengerti

Akhirnya aku mengerti keajaiban dari sebuah kebaikan, sedekah dan menolong sesama itu sama dengan menyelamatkan diri sendiri.

Sore kemarin menjelang asyar sepulang dari Bank aku melihat bibiku dan pasiennya sedang asyik mengobrol di bawah pohon mangga yang pohonnya besar dan buahnya lebat. Mereka asyik bercanda dan bercerita, meski aku tak tahu apa yang mereka ceritakan, karena aku hanya melihat mereka dari sebrang jalan, aku masuk ke rumah beberapa menit dan kembali keluar duduk di kursi kayu di beranda rumah, aku masih melihat mereka asyik ngobrol. Beberapa menit kemudian adzan asyar berkumandang, aku bergegas masuk rumah menuju kamar dan duduk sebentar di atas tempat tidur. Ketika hendak wudhu tiba-tiba kakak iparku yang sedang ngidam menghampiriku.

"Ngambil mangga yuk, orang-orang pada ramai ngambil mangga."
"Ngambil mangga di mana?" Tanyaku bingung
"Di depan rumah bi Pety."
"Emang lagi ngunduh mangga?"
"Enggak, pohonnya tumbang?"
"Tumbang? Aneh ah ga ada hujan ga ada angin,"
"Hayu ah, pokoknya hayu geh."

Aku mengikuti kakak iparku, ketika di beranda rumah aku melihat banyak orang yang sibuk di mengerumuni dahan mangga yang tumbang.
"Ayo cepat!" Teriakku pada iparku yang berjalan hati-hati karena banyaknya kendaraan. Aku khawatir pada bibi yang beberapa menit lalu asyik ngobrol di bawah pohon mangga.
"Bi Pety mana?"
Sebelum ada yang menjawab, kudapati bi Pety sedang asyik memunguti mangga-mangga yang mulai menguning.
"Oh my God, bibi baik-baik aja kan?" Tanyaku sambil mengamati seluruh tubuhnya.
"Iya neng cuma kaget doang, kaget banget."
"Ibu-ibu yang tadi mana bi?"
"Udah pulang." Jawabnya
"Alhamdulillah, kaget bi, soalnya kan tadi bibi dan pasien asyik di sana."
"Iya alhamdulillah masih dilindungi Allah."
"Mobil juga biasanya ngadem di bawah sana ya bi."
"Iya, udah dipindahin ke belakang."
"Alhamdulillah."
"Biasanya banyak anak-anak yang main di sini juga."
"Alhamdulillah semuanya selamat."
Alhamdulillah, akhirnya aku mengerti, selama ini bi Pety memang sangat baik, dari segi materi maupun jasa... Ketika ada tetangga yang Yatim dia berikan pengobatan gratis, bahkan tambal gigipun gratis, setiap panen mangga semua tetangga pasti kebagian...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review

Judul:  Heart Block Penulis: Okke Sepatumerah Penerbit: GagasMedia Senja  Hadiningrat mengawali karirnya dari sebuah novel pertamanya berjudul Omnibus, ia berhasil meraih juara pertama dalam festival Penulis Indonesia kategori Pendatang Baru   Berbakat. Ia mendapat kesempatan memperdalam bakat menulisnya dengan mengikuti program menulis kreatif, tetapi novel yang ditulisnya tak sebagus novel pertamanya, hingga dewan juri membanding-bandingkannya dengan Omnibus.  Senja dibanjiri tawaran menulis. Tasya sang kakak tiri menobatkan diri sebagai manager Senja, ia menyarankan Senja menerima tawaran dari penerbit lain yang bekerja sama dengan sebuah merk fashion sepatu perempuan. Singkatnya, Senja harus menulis novel urban yang mengandung unsur promosi produk sepatu tersebut. Karya Senja itu pun meledak di pasaran. Banyak kaum muda khususnya perempuan yang menyukai novel tersebut. Seiring dengan melejitnya karir Senja sebagai penulis, kesibukannya pun bertambah. Ia wajib mengikuti kegi

Kotak Kosong

Kotak Kosong Lamat-lamat suara tahlilan menyeruak dari rumah sederhana di bibir pantai selatan. Gemerincik air hujan yang jatuh di atas tenda plastik berwarna biru seakan menambah suasana duka di desa terpencil itu. Puluhan pemuda dan beberapa anggota polisi duduk bergerombol sambil menatap karangan bunga duka cita dari komandan pasukan pengamanan presiden. Sementara di sudut rumah bagian tengah seorang perempuan setengah baya masih tak sadarkan diri melihat jasad suaminya terbujur kaku penuh luka tusukan senjata tajam. “Kenapa ya kematian pak kades begitu tragis dan mendadak?” ujar Randy pada sahabatnya “Sudah ajalnya begitu.” “Tapi aku mencurigai satu nama disini.” “Siapa?” tanya Abdul “Aku yakin dalang di balik penculikan dan pembunuhan pak kades adalah pak Imong, kan pak Imong salah satu calon lawan pak kades, lagian ya pak Imong itu sepertinya antusias banget pengen jadi kepala desa, Cuma wajahnya aja sok alim, padahal hatinya busuk.” Bisik Randy persis di daun teli

Untuk Sebuah Cinta Suci

Allahumma shoyyiban nafi’aan Zahra menggosok-gosok telapak tangan agar tubuhnya tidak terlalu dingin. Sementara Gi membuka jaket yang dikenakannya lalu membalutkannya pada tubuh Zahra. Dengan cekatan Gi memesan satu gelas teh manis hangat dan meminumkannya pada Zahra. “Sudah tidak terlalu dingin kan?” Zahra menggelengkan kepala. “Mie ayamnya cepet dimakan, nanti keburu dingin!” “Masih males gerakin tangan.” “Yah, mulai deh manjanya, bilang aja pengen disuapin.” Ujar Gi sambil mengambil sendok garpu, ia bermaksud menyuapi Zahra, tetapi tangannya ditahan Zahra. “Bisa sendiri kok.” “Siapa juga yang mau suapin kamu.” “Ya udah fokus makan masing-masing.” Zahra pura-pura ngambek. Mereka diam bebrapa menit. “Ra,” “Hmmm.” Zahra mengangkat kepalanya, menatap wajah Gi, lalu tertawa. “Ada yang lucu dengan wajahku?” tanya Gi. Zahra hanya tersenyum, ia mengambil tisu lalu membersihkan dagu kekasihnya yang belepotan bumbu mie ayam.   “Ra apa kamu yakin dengan keputusan