Langsung ke konten utama

Seren Taun, Upacara Adat Warisan Budaya Leluhur dari Banten Kidul

Seren Taun, Upacara Adat Warisan Budaya Leluhur dari Banten Kidul

Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan setiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara. Beberapa desa adat Sunda yang menggelar Seren Taun tiap tahunnya adalah:

Cisungsang, Kabupaten Lebak, Banten

Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Kasepuhan Banten Kidul, Desa Ciptagelar, Cisolok, Kabupaten Sukabumi

Desa adat Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor

Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten
Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya



Masyarakat adat Cisungsang menggelar puncak perayaan Seren Taun yang dilaksanakan setahun sekali sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Seren Taun merupakan penamaan untuk melaksanakan ritual tahunan yang kurang lebih berarti 'menyimpan padi di lumbung'. Seren Taun dilakukan oleh masyarakat yang disebut sebagai Kasepuhan Cisungsang.

Dinamakan Kasepuhan lantaran Seren Taun dilakukan oleh 4 desa yang menjadi satu kesatuan adat yakni Desa Cicarucub, Bayah, Citorek, dan Cipta Gelar. Cisungsang memiliki wilayah kurang lebih 2.800 kilometer persegi dan terletak di kaki Gunung Halimun.
Ritual adat ini dipusatkan di Desa Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten dengan jarak tempuh dari pusat Ibu Kota Provinsi Banten memakan waktu sekira 5 jam perjalanan. Tepatnya di Imah Gede yang merupakan rumah Kepala Adat Cisungsang, Abah Usep Suyatma.

Kawasan Cisungsang disebut sebagai masyarakat adat karena dipimpin oleh Kepala Adat, dimana, proses pemilihannya melalui wangsit dari karuhun. Pergantian kepala adat itu sudah berlangsung 4 generasi. Pertama Embah Buyut, kedua Uyut Sakrim, generasi ketiga dipimpin oleh Oot Sardani dan kepala adat saat ini yaitu Abah Usep.

Ritual Seren Taun menurut keterangan Abah Usep sudah berlangsung kurang lebih 700 tahun. Hingga kini, tradisi leluhur itu terus dijaga guna menjaga warisan budaya Banten Kidul.

Ia menjelaskan, masyarakat Kasepuhan Cisungsang tidak alergi dengan arus modernisme yang dewasa ini menjadi sesuatu yang tidak bisa ditampik. Kendati demikian masyarakat adat tidak lupa dan tetap memegang teguh budaya leluhur terbukti dari diadakannya Seren Taun setiap tahunnya.

"Kita tidak akan pernah bisa menampik modernisasi, oleh karena kita tidak alergi dengan itu maka Cisungsang menjadi daya tarik tersendiri baik ditingkat nasional bahkan dunia."

Untuk itu, masyarakat Cisungsang berbeda dengan Suku Baduy yang menghidupkan tradisinya dengan tidak membuka keran budaya lain untuk masuk ke dalam lingkup budaya mereka.

budaya adat Banten Kidul merupakan aset yang dimiliki oleh Banten dengan segala kekhasannya.

selain sebagai ritual tahunan, Seren Taun juga menjadi objek pariwisata lokal yang saat ini tengah diajukan ke kementrian pariwisata untuk dinobatkan sebagai warisan tak berbenda.

Seren Taun Cisungsang adalah kearifan lokal sebagai salah satu jati diri Banten yang harus kita lestarikan

Oleh karenanya, saat ini pemerintah tengah melakukan perbaikan infrastruktur di Banten Selatan agar geliat di bidang sektor pariwisata terus menggeliat hingga jembatan menuju kesejahteraan rakyat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review

Judul:  Heart Block Penulis: Okke Sepatumerah Penerbit: GagasMedia Senja  Hadiningrat mengawali karirnya dari sebuah novel pertamanya berjudul Omnibus, ia berhasil meraih juara pertama dalam festival Penulis Indonesia kategori Pendatang Baru   Berbakat. Ia mendapat kesempatan memperdalam bakat menulisnya dengan mengikuti program menulis kreatif, tetapi novel yang ditulisnya tak sebagus novel pertamanya, hingga dewan juri membanding-bandingkannya dengan Omnibus.  Senja dibanjiri tawaran menulis. Tasya sang kakak tiri menobatkan diri sebagai manager Senja, ia menyarankan Senja menerima tawaran dari penerbit lain yang bekerja sama dengan sebuah merk fashion sepatu perempuan. Singkatnya, Senja harus menulis novel urban yang mengandung unsur promosi produk sepatu tersebut. Karya Senja itu pun meledak di pasaran. Banyak kaum muda khususnya perempuan yang menyukai novel tersebut. Seiring dengan melejitnya karir Senja sebagai penulis, kesibukannya pun bertambah. Ia wajib mengikuti kegi

Kotak Kosong

Kotak Kosong Lamat-lamat suara tahlilan menyeruak dari rumah sederhana di bibir pantai selatan. Gemerincik air hujan yang jatuh di atas tenda plastik berwarna biru seakan menambah suasana duka di desa terpencil itu. Puluhan pemuda dan beberapa anggota polisi duduk bergerombol sambil menatap karangan bunga duka cita dari komandan pasukan pengamanan presiden. Sementara di sudut rumah bagian tengah seorang perempuan setengah baya masih tak sadarkan diri melihat jasad suaminya terbujur kaku penuh luka tusukan senjata tajam. “Kenapa ya kematian pak kades begitu tragis dan mendadak?” ujar Randy pada sahabatnya “Sudah ajalnya begitu.” “Tapi aku mencurigai satu nama disini.” “Siapa?” tanya Abdul “Aku yakin dalang di balik penculikan dan pembunuhan pak kades adalah pak Imong, kan pak Imong salah satu calon lawan pak kades, lagian ya pak Imong itu sepertinya antusias banget pengen jadi kepala desa, Cuma wajahnya aja sok alim, padahal hatinya busuk.” Bisik Randy persis di daun teli

Untuk Sebuah Cinta Suci

Allahumma shoyyiban nafi’aan Zahra menggosok-gosok telapak tangan agar tubuhnya tidak terlalu dingin. Sementara Gi membuka jaket yang dikenakannya lalu membalutkannya pada tubuh Zahra. Dengan cekatan Gi memesan satu gelas teh manis hangat dan meminumkannya pada Zahra. “Sudah tidak terlalu dingin kan?” Zahra menggelengkan kepala. “Mie ayamnya cepet dimakan, nanti keburu dingin!” “Masih males gerakin tangan.” “Yah, mulai deh manjanya, bilang aja pengen disuapin.” Ujar Gi sambil mengambil sendok garpu, ia bermaksud menyuapi Zahra, tetapi tangannya ditahan Zahra. “Bisa sendiri kok.” “Siapa juga yang mau suapin kamu.” “Ya udah fokus makan masing-masing.” Zahra pura-pura ngambek. Mereka diam bebrapa menit. “Ra,” “Hmmm.” Zahra mengangkat kepalanya, menatap wajah Gi, lalu tertawa. “Ada yang lucu dengan wajahku?” tanya Gi. Zahra hanya tersenyum, ia mengambil tisu lalu membersihkan dagu kekasihnya yang belepotan bumbu mie ayam.   “Ra apa kamu yakin dengan keputusan