Ra, jika dulu aku pernah mencintaimu, saat ini juga aku masih menyayangimu
Aku tak pernah bisa berpaling dari bayanganmu
Selama ini aku selalu mencarimu, bayangkan 14 tahun aku mencarimu
Jujur, aku telah jatuh cinta pada perempuan-perempuan yang sempat kutemui
Tapi bayanganmu slalu menari di pelupuk mataku
Aku mengenalmu sebagai warga baru di kampung halamanku
Kau manis, kau pintar, kau cerdas, kau cekatan kau juara
dan kau gadis kecil berambut panjang nan hitam diekor kuda
Kerudung hitam berenda putih selalu melekat di wajah manis kala kau belajar mengaji di surau tua
Surau tua tempat kita mengeja, mengaji, tertawa dan bercanda
Surau tua tempat kita berlarian bermain kucing-kucingan
Aku senang jika aku menjadi kucingnya,
Akan menjadi alasan untukku mengejarmu
Aku selalu tak sabar menunggu senja
Menantimu dengan kerudung bergo hitam berenda putih
Yang kau letakan di atas pundak
Berlarian diantara pohon kapas dan jembatan kecil yang menghubungkan perkampungan dengan surau tua
Senja itu aku masih menantimu di bale bambu yang menjadi lantai surau tua
Aku menantimu hingga senja berganti pekat malam
Lupakah kau malam ini ada ustadz muda yang selalu memberimu permen merah berbentuk kaki ketika kau berhasil menjawab tebakan ustadz
Aku masih menunggumu hingga esok, lusa, satu minggu, satu tahun, lima tahun dan empat belas tahun yang lalu.
Kau hadir menyapaku di sebuah media sosial
Aku terkesima, wow
Kau bidadari kecil yang selalu aku nantikan
Kau kini telah menjadi sosok gadis yang cantik dengan hijab yang menjuntai anggun
Aku tak pernah bisa berpaling dari bayanganmu
Selama ini aku selalu mencarimu, bayangkan 14 tahun aku mencarimu
Jujur, aku telah jatuh cinta pada perempuan-perempuan yang sempat kutemui
Tapi bayanganmu slalu menari di pelupuk mataku
Aku mengenalmu sebagai warga baru di kampung halamanku
Kau manis, kau pintar, kau cerdas, kau cekatan kau juara
dan kau gadis kecil berambut panjang nan hitam diekor kuda
Kerudung hitam berenda putih selalu melekat di wajah manis kala kau belajar mengaji di surau tua
Surau tua tempat kita mengeja, mengaji, tertawa dan bercanda
Surau tua tempat kita berlarian bermain kucing-kucingan
Aku senang jika aku menjadi kucingnya,
Akan menjadi alasan untukku mengejarmu
Aku selalu tak sabar menunggu senja
Menantimu dengan kerudung bergo hitam berenda putih
Yang kau letakan di atas pundak
Berlarian diantara pohon kapas dan jembatan kecil yang menghubungkan perkampungan dengan surau tua
Senja itu aku masih menantimu di bale bambu yang menjadi lantai surau tua
Aku menantimu hingga senja berganti pekat malam
Lupakah kau malam ini ada ustadz muda yang selalu memberimu permen merah berbentuk kaki ketika kau berhasil menjawab tebakan ustadz
Aku masih menunggumu hingga esok, lusa, satu minggu, satu tahun, lima tahun dan empat belas tahun yang lalu.
Kau hadir menyapaku di sebuah media sosial
Aku terkesima, wow
Kau bidadari kecil yang selalu aku nantikan
Kau kini telah menjadi sosok gadis yang cantik dengan hijab yang menjuntai anggun
Komentar
Posting Komentar